Sejarah System of Rice Intensification (SRI)
System of Rice Intensification (SRI) pertama kali dikembangkan oleh seorangpastur asal
Perancis bernama Father Henri de Laulanie pada awal 1980-an diMadagaskar.
Beliau menghabiskan waktu selama 34 tahun bekerja bersama petani,mengamati, dan
bereksperimen mengenai metode hemat air ini, hinggaeksperimennya berhasil
memperoleh kesuksesan pada tahun 1983 s/d 1984.Pada tahun 1990 dibentuk Asociation Tefy Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat
tahun kemudian,Cornell International Institution for Food, Agriculture
and Development
(CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di
sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US
Agency for International Development. SRItelah diuji di Cina, India,
Indonesia, Filipina, Sri Langka, dan Bangladesh dengan hasil
yang positif . SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff (Director
CIIFAD). Pada tahun 1987, Uphoff mengadakan persentasi SRI di Indonesia dan
beberapa Negara lainnya yang merupakan kesempatan pertamaSRI dilaksanakan di
luar Madagaskar diantaranya adalah Bangladesh, Benin,Kamboja,
Kuba, Gambia,Guinea, India,laos, Mali, Mozambique, Myanmar,
Nepal,Pakistan, Peru,Philipina, Senegal, Sierra Leone, Srilanka, Thailand, dan
Vietnam.
Berdasarkan hasil pengembangan program SRI di beberapa negara, di
peroleh hasil produktivitas yang cukup signifikan.
Latar Belakang System of Rice Intensification
System of Rice Intensification (SRI) adalah suatu metode untuk meningkatkan
produktivitas padi dengan mengubah pengaturan tanaman, tanah,air, dan
nutrisinya. SRI merupakan cara atau sistem penanaman padi yang intensif, yang
memperhatikan dan mengutamakan pengelolaan sumber kekuatan alam, daur aliran
energi dan siklus nutrisi yang berawal dari tanah, potensi tumbuh dan
berkembangnya tanaman, serta pengelolaan peranan atau fungsi air dalam mendukung
dan memperkuat berjalannya kehidupan alamiah di ekosistem pertanian ( Rachmiyanti
dalam Fitriadi, 2005) . Pada metode ini, produksi tanaman padi diharapkan dapat
mencapai hingga 8 ton per hektar, bahkan
diantaranya ada yang mampu mencapai 10 – 15 tonper hektar. SRI tidak mensyaratkan benih unggul atau
pemupukan intensif, tetapilebih menekankan pada perlakuan bibit, jarak tanam,
dan waktu pengairan yang tepat .
Prinsip-prinsip Budidaya padi
Organik Metode SRI
- Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (bus) ketika bibit masih berdaun 2 helai
- Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak 30 x 30, 35 x 35 atau lebih jarang
- Pindah tanam harus sesegera mungki (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal
- Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus)
- Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari
- Sedapat mungkin menggunakan pupuk 0rganik ( kompos atau pupuk hijau)
Keunggulan Metode SRI
- Tanaman hemat air, selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak (Irigasi terputus).
- Hemat Biaya, hnaya butuh benih 5 kg/ha. Tidak memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang dll.
- Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 – 12 hss, dan waktu panen akan lebih awal
- Produksi meningkat, dibeberapa tempat mencapai 11 ton/ha
- Ramah lingkungan, tidak menggunakan bahan kimia dan digantikan dengan menggunakan pupuk organic (kompos, kandang dan Mikro-organisme Lokal), begitu juga penggunaan pestisida.
Teknik Budidaya Padi
Organik Metode SRI
Benih sebelum disemai diuji dalam
larutan air garam. Larutan air garam yang cukup untuk menguji benih
adalah larutan yang apabila dimasukan telur, maka telur akan mengapung.
Benih yang baik untuk dijadijan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan
tersebut. Kemudian benih telah diuji direndam dalam air biasa selama 24
jam kemudian ditiriskan dan diperam 2 hari, kemudian disemaikan pada media
tanah dan pupuk organic (1:1) di dalam wadah segi empat ukuran 20 x 20
cm(pipiti) selama 7 hari. Setelah 7 – 10 hari benih padi sudah siap
ditanam.
2. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk Tanaman Padi
metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan tanah untuk tanam padi secara
konvesional yaitu dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah yang lebih baik
bagi tanaman, terhindar dari gulma. Pengolahan dilakukan dua minggu
sebelum tanam dengan menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur
lumpur. Permukaan tanah diratakan untuk mempermudah mengontrol dan
mengendalikan air.
3. Perlakuan pemupukan
Pemberian pupuk pada SRI diarahkan
kepada perbaikan kesehatan tanah dan penambahan unsur hara yang berkurang
setelah dilakukan pemanenan. Kebutuhan pupuk organik pertama
setelah menggunakan system konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat
diberikan sampai 2 musim tanam. Setelah kelihatan kondisi tanah membaik
maka pupuk organik bisa berkurang disesuaikan dengan kebutuhan.
Pemberian pupuk organic dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua agar
pupuk bisa menyatu dengan tanah.
4. Pemeliharaan
Sistem tanam metode SRI tidak
membutuhkan genangan air yang terus-menerus, cukup dengan kondisi tanah yang
basah. Penggenangan dilakukan hanya untuk mempermudah pemeliharaan.
Pada prakteknya pengelolaan air pada system padi organik dapat dilakukan
sebagai berikut : pada umur 1-10 HST tanaman padi digenangi dengan
ketinggian air rata-rata 1 cm, kemudian pada umur 10 hari dilakukan
penyiangan. Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak digenangi.
Untuk perlakuan yang masih membutuhkan penyiangan berikutnya, maka dua hari
menjelang penyiangan tanaman digenang. Pada saat tanaman berbunga,
tanaman digenang dan setelah padi matang susu tanaman tidak digenangi kembali
sampai panen.
Untuk mencegah hama dan penyakit
pada SRI tidak digunakan bahan kimia, tetapi dilakukan pencegahan dan apabila
terjadi gangguan hama/penyakit digunakan pestisida nabati dan atau digunakan
secara fisik dan mekanik.
5. Pertanian Padi Organik
Metode SRI dan Konvesional
Sistem tanam padi SRI, pada
prakteknya memiliki banyak perbedaan dengan system tanam Konvensional (Tabel
3.).
Tabel 3. Perbedaan system
tanam padi Organik SRI dengan system Konvensional
No.
|
Komponen
|
Sistem
Konvensional
|
Sistem
Organik SRI
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
|
Kebutuhan benih
Pengujian benih
Umur di persemaian
Pengolahan tanah
Jumlah tanaman perlubang
Posisi akar waktu tanam
Pengairan
Pemupukan
Penyiangan
Rendeman
|
30 – 40 kg/ha
Tidak dilakukan
20 – 3- HSS
2 – 3 kali (struktur lumpur)
Rata-rata 5 pohon
Tidak teratur
Terus digenangi
Mengutamakan pupuk kimia
Diarahkan kepada pemberantasan
gulma
|
5 – 7 kg/ha
Dilakukan pengujian
7 – 10 HSS
3 kali (Struktur lumpur dan rata)
1 pohon/lubang
Posisi akar horozzontal (L)
disesuaikan
|
Keterangan : HSS = Hari
setelah semai
6. Perbedaan Hasil Cara SRI
dengan Konvensional
Kebutuhan pupuk organic dan
pestisida untuk padi organic metode SRI dapat diperoleh dengan cara mencari dan
membuatnya sendiri. Pembuatan kompos sebagai pupuk dilakukan dengan
memanfaatkan kotoran hewan, sisa tumbuhan dan sampah rumah tangga dengan
menggunakan aktifator MOL (Mikro-organisme Lokal) buatan sendiri, begitu pula
dengan pestisida dicari dari tumbuhan berkhasiat sebagai pengendali
hama. Dengan demikian biaya yang dikeluarkan menjadi lebih
efisien dan murah.
Penggunaan pupuk organic dari musim
pertama ke musim berikutnya mengalami penurunan rata-rata 25% dari musim
sebelumnya. Sedangkan pada metode konvensional pemberian pupuk anorganik
dari musim ke musim cenderung meningkat, kondisi ini akan lebih sulit bagi
petani konvensional untuk dapat meningkatkan produksi apalagi bila dihadapkan
pada kelangkaan pupuk dikala musim tanam tiba.
Pemupukan dengan bahan organic dapat
memperbaiki kondisi tanah baik fisik, kimia maupun biologi tanah, sehingga
pengolahan tanah untuk metode SRI menjadi lebih mudah dan murah, sedangkan
pengolahan tanah yang menggunakan pupuk anorganik terus-menerus kondisi tanah
semakin kehilangan bahan organic dan kondisi tanah semakin berat, mengakibatkan
pengolahan semakin sulit dan biaya akan semakin mahal.
Tabel 4. Analisa Usaha Tani
Cara Konvensional dan Metode SRI setelah musim ke -2 dalam 1 Ha
No
|
Uraian
|
Cara
Biasa
|
Cara
Organik SRI
|
A.
|
Komponen Input/ha
Benih (Rp 5.000/kg)
Pupuk
1. Organik (Jerami + 3 ton kompos)
2. Anorganik Urea, SP36, KCl
(2:1:1)
Pengolahan Tanah
Pembuatan Persemaian
Pencabutan Benih (babut)
Penanaman
Penyulaman
Penyiangan
Pengendalian OPT dengan
1. Pestisida kimia
2. Biopestisida
Panen
|
250.000
-
750.000
1.000.000
105.000
100.000
350.000
20.000
750.000
500.000
-
1.000.000
|
25.000
1.200.000
-
1.000.000
30.000
-
350.000
50.000
1.050.000
-
150.000
2.000.000
|
|
Jumlah
|
4.825.000
|
5.855.000
|
B
|
Komponen Output
– Produksi
padi
– Harga Padi
Rp. 2.000/Kg (diprediksi harga sama)
|
5
ton
10.000.000
|
10
ton
20.000.000
|
C
|
Keuntungan
|
5.175.000
|
14.145.000
|
Hasil pada metode SRI pada musim
pertama tidak jauh berbeda dengan hasil sebelumnya (metode konvensional) dan
terus meningkat pada musim berikutnya sejalan dengan meningkatnya bahan organic
dan kesehatan tanah.
Beras organik yang dihasilkan dari
system tanam di musim pertama memiliki harga yang sama dengan beras dari system
tanah konvensional, harga ini didasarkan atas dugaan bahwa beras tersebut belum
tergolong organic, karena pada lahan tersebut masih ada pupuk kimia yang
tersisa dari musim tanam sebelumnya. Dan untuk musim berikutnya dengan
menggunakan metode SRI secara berturut-turut, maka sampai musim ke-3 akan
diperoleh beras organic dan akan memiliki harga yang lebih tinggi dari beras
padi dari system konvensional.
7.Manfaat Sistem SRI
Secara umum manfaat dari budidaya
metode SRI adalah sebagai berikut :
- Hemat air (tidak digenang), Kebutuhan air hanya 20 – 30% dari kebutuhan air untuk cara konvensional
- Memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah
- Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pestisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka
- Membuka lapangan kerja di pedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan keluarga petani
- Menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak mengandung residu kimia
- Mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar