Selasa, 10 Maret 2015

selasa 10\03\2015
 hay gan sudah lama nih ga ketemu,karena masalah waktu dan pulsa saya jadi jarang upload nih tapi kali ini saya akan upload tentang salah satu media kultur jaringan yaitu adalah media MS
( MURASAGE AND SKOOG ) langsung aza nih dibaca artikel nya.



Media MS / Murashige Skoog

Media Murashige & Skoog (MS) merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain, (Erwin, 2009).
Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM.
Adapun kompisisi medium kultur jaringan tanaman adalah sebagai      
berikut:
1) Air
Air merupakan komponen yang penting di dalam pengkulturan eksplan karena 95% dari medium mengandung air. Untuk tujuan penelitian, digunakan air destilasi, dan untuk penelitian dengan materi eksplan dari protoplas, meristem dan sel sebaiknya digunakan aquabides (Welsh 1991). Dimana air destilasi (air suling) tersebut telah steril dari kontaminasi mikroorganisme atau substansi yang dapat merusak proses perkembangan eksplan (Katuuk, 1989).
2) Larutan Garam Anorganik
Tiap tanaman memerlukan setidaknya 6 elemen makronutrien, yaitu unsur yang diperlukan dalam jumlah besar meliputi N, K, Mg, Ca, S, P dan 7 elemen mikronutrien, yaitu unsur yang diperlukan dalam jumlah kecil meliputi Fe, Mn, B, Mo, Cl (Wetherell, 1976). Unsur-unsur makro biasanya diberikan dalam bentuk NH4NO3, KNO3, CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O dan KH2PO4, sedangkan unsur mikro biasanya diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O, ZnSO4.4H2O, H3BO3, KI, Na2MoO4.2H2O5, CuSO4.5H2O dan CoCl2.6H2O (Hendaryono dan Wijayani, 1994). 
pereduksi yang berfungsi mereduksi indikator-indikator seperti ion kupri (Cu2+) menjadi bentuk kupro (Cu+) yang bermanfaat pada perkembangan dan perbaikan (Stryer, 1996).
Vitamin adalah bahan yang perlu ditambahkan dalam medium kultur in vitro, sebab sel bagian tanaman yang dikulturkan secara in vitro belum mampu membuat vitamin sendiri untuk kehidupannya (Katuuk, 1989). Vitamin yang sering ditambahkan ke dalam medium adalah tiamin (vitamin B1), asam nikotinat (niasin), piridoksin (vitamin B6).

3) Zat-zat organik
Senyawa kimia organik yang biasa dipakai sebagai sumber energi dalam kultur in vitro adalah karbohidrat. Karbohidrat tersusun atas unsur-unsur C, H, O sebagai elemen penyusun utama. Bahan-bahan organik yang termasuk karbohidrat meliputi gula, pati dan selulosa. Karbohidrat mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai sumber energi untuk jaringan dan untuk keseimbangan tekanan osmotik dalam medium. Karbohidrat yang sering digunakan adalah sukrosa meskipun kadang-kadang diganti dengan glukosa (Wetherell, 1982). Menurut Yusnita (2003), glukosa dan fruktosa dapat digunakan tetapi harganya lebih mahal hasilnya tidak selalu lebih baik daripada sukrosa. Konsentrasi sukrosa yang digunakan berkisar 1 – 5% (10 - 15 g/l), tetapi untuk kebanyakan pengkulturan konsentrasi optimum sukrosa adalah 2 - 3%. Sedangkan menurut Wetherell (1982), kadar sukrosa untuk keperluan pengkulturan berkisar antara 2 - 4%. Menurut Suryowinoto (1996), kadar sukrosa yang digunakan sebagai sumber energi untuk menginduksi pertumbuhan eksplan dalam medium adalah 2 - 7%. Katuuk (1989), menyatakan bahwa sukrosa bersifat labil terhadap suhu tinggi sehingga apabila disterilkan dalam autoklaf bersama-sama zat lain akan mengakibatkan penguraian sukrosa menjadi kombinasi antara sukrosa, D-glukosa, dan D-fruktosa. Keuntungan dari penguraian ini adalah terbentuknya aldosa (D-glukosa) dan ketosa (D-fruktosa) yang melimpah ruah. 

ya gimana gan infonya, sekian dulu infonya tentang media MS ya kurang dan lebihnya mohon maaf karena saya juga manusia sampai jumpa di postingan berikutnya ya .
 

Jumat, 06 Februari 2015

BUDIDAYA PADI DENGAN MENGGUNAKAN SRI ( System of Rice Intensification )



Sejarah System of Rice Intensification (SRI)

System of Rice Intensification (SRI) pertama kali dikembangkan oleh seorangpastur asal Perancis bernama Father Henri de Laulanie pada awal 1980-an diMadagaskar. Beliau menghabiskan waktu selama 34 tahun bekerja bersama petani,mengamati, dan bereksperimen mengenai metode hemat air ini, hinggaeksperimennya berhasil memperoleh kesuksesan pada tahun 1983 s/d 1984.Pada tahun 1990 dibentuk Asociation Tefy Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian,Cornell International Institution for Food, Agriculture and Development 
(CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. SRItelah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka, dan Bangladesh dengan hasil yang positif . SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff (Director CIIFAD). Pada tahun 1987, Uphoff mengadakan persentasi SRI di Indonesia dan beberapa Negara lainnya yang merupakan kesempatan pertamaSRI dilaksanakan di luar Madagaskar diantaranya adalah Bangladesh, Benin,Kamboja, Kuba, Gambia,Guinea, India,laos, Mali, Mozambique, Myanmar, Nepal,Pakistan, Peru,Philipina, Senegal, Sierra Leone, Srilanka, Thailand, dan Vietnam. 
Berdasarkan hasil pengembangan program SRI di beberapa negara, di peroleh hasil produktivitas yang cukup signifikan.



Latar Belakang System of Rice Intensification

System of Rice Intensification (SRI) adalah suatu metode untuk meningkatkan produktivitas padi dengan mengubah pengaturan tanaman, tanah,air, dan nutrisinya. SRI merupakan cara atau sistem penanaman padi yang intensif, yang memperhatikan dan mengutamakan pengelolaan sumber kekuatan alam, daur aliran energi dan siklus nutrisi yang berawal dari tanah, potensi tumbuh dan berkembangnya tanaman, serta pengelolaan peranan atau fungsi air dalam mendukung dan memperkuat berjalannya kehidupan alamiah di ekosistem pertanian ( Rachmiyanti dalam Fitriadi, 2005)  . Pada metode ini, produksi tanaman padi diharapkan dapat mencapai hingga 8 ton per hektar, bahkan diantaranya ada yang mampu mencapai 10 – 15 tonper hektar. SRI tidak mensyaratkan benih unggul atau pemupukan intensif, tetapilebih menekankan pada perlakuan bibit, jarak tanam, dan waktu pengairan yang tepat .


Prinsip-prinsip Budidaya padi Organik Metode SRI
  1. Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (bus) ketika bibit masih berdaun 2 helai
  2. Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak 30 x 30, 35 x 35 atau lebih jarang
  3. Pindah tanam harus sesegera mungki (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal
  4. Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus)
  5. Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari
  6. Sedapat mungkin menggunakan pupuk 0rganik ( kompos atau pupuk hijau)
 Keunggulan Metode SRI
  1. Tanaman hemat air, selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak (Irigasi terputus).
  2. Hemat Biaya, hnaya butuh benih 5 kg/ha.  Tidak memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang dll.
  3. Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 – 12 hss, dan waktu panen akan lebih awal
  4. Produksi meningkat, dibeberapa tempat mencapai 11 ton/ha
  5. Ramah lingkungan, tidak menggunakan bahan kimia dan digantikan dengan menggunakan pupuk organic (kompos, kandang dan Mikro-organisme Lokal), begitu juga penggunaan pestisida.
 Teknik Budidaya Padi Organik Metode SRI

1.Persiapan Benih
Benih sebelum disemai diuji dalam larutan air garam.  Larutan air garam yang cukup untuk menguji benih adalah larutan yang apabila dimasukan telur, maka telur akan mengapung.  Benih yang baik untuk dijadijan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan tersebut.  Kemudian benih telah diuji direndam dalam air biasa selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam 2 hari, kemudian disemaikan pada media tanah dan pupuk organic (1:1) di dalam wadah segi empat ukuran 20 x 20 cm(pipiti)  selama 7 hari.  Setelah 7 – 10 hari benih padi sudah siap ditanam.

2. Pengolahan  Tanah

Pengolahan tanah untuk Tanaman Padi metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan tanah untuk tanam padi secara konvesional yaitu dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah yang lebih baik bagi tanaman, terhindar dari gulma.  Pengolahan dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur lumpur.  Permukaan tanah diratakan untuk mempermudah mengontrol dan mengendalikan air.

3. Perlakuan pemupukan

Pemberian pupuk pada SRI diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah  dan penambahan unsur hara yang berkurang setelah dilakukan pemanenan.  Kebutuhan  pupuk organik pertama setelah menggunakan system konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim tanam.  Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik bisa berkurang disesuaikan dengan kebutuhan.   Pemberian  pupuk organic dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua agar pupuk bisa menyatu dengan tanah.

4. Pemeliharaan

Sistem tanam metode SRI tidak membutuhkan genangan air yang terus-menerus, cukup dengan kondisi tanah yang basah.  Penggenangan dilakukan hanya untuk mempermudah pemeliharaan.  Pada prakteknya pengelolaan air pada system padi organik dapat dilakukan sebagai berikut :  pada umur 1-10 HST tanaman padi digenangi dengan ketinggian air rata-rata 1 cm, kemudian pada umur 10 hari dilakukan penyiangan.  Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak digenangi.  Untuk perlakuan yang masih membutuhkan penyiangan berikutnya, maka dua hari menjelang penyiangan tanaman digenang.  Pada saat tanaman berbunga, tanaman digenang dan setelah padi matang susu tanaman tidak digenangi kembali sampai panen.
Untuk mencegah hama dan penyakit pada SRI tidak digunakan bahan kimia, tetapi dilakukan pencegahan dan apabila terjadi gangguan hama/penyakit digunakan pestisida nabati dan atau digunakan secara fisik dan mekanik.

5.  Pertanian Padi Organik Metode SRI dan Konvesional

Sistem tanam padi SRI, pada prakteknya memiliki banyak perbedaan dengan system tanam Konvensional (Tabel 3.).

Tabel 3.  Perbedaan system tanam padi Organik SRI dengan system Konvensional

No.
Komponen
Sistem Konvensional
Sistem Organik SRI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Kebutuhan benih
Pengujian benih
Umur di persemaian
Pengolahan tanah
Jumlah tanaman perlubang
Posisi akar waktu tanam
Pengairan
Pemupukan
Penyiangan

Rendeman
30 – 40 kg/ha
Tidak dilakukan
20 – 3- HSS
2 – 3 kali (struktur lumpur)
Rata-rata 5 pohon
Tidak teratur
Terus digenangi
Mengutamakan pupuk kimia
Diarahkan kepada pemberantasan gulma

5 – 7 kg/ha
Dilakukan pengujian
7 – 10 HSS
3 kali (Struktur lumpur dan rata)
1 pohon/lubang
Posisi akar horozzontal (L)
disesuaikan
Keterangan  :  HSS = Hari setelah semai

6.  Perbedaan Hasil Cara SRI dengan Konvensional

Kebutuhan pupuk organic dan pestisida untuk padi organic metode SRI dapat diperoleh dengan cara mencari dan membuatnya sendiri.   Pembuatan kompos sebagai pupuk dilakukan dengan memanfaatkan kotoran hewan, sisa tumbuhan dan sampah rumah tangga dengan menggunakan aktifator MOL (Mikro-organisme Lokal) buatan sendiri, begitu pula dengan pestisida dicari dari tumbuhan berkhasiat sebagai pengendali hama.   Dengan demikian biaya yang dikeluarkan menjadi lebih efisien  dan murah.
Penggunaan pupuk organic dari musim pertama ke musim berikutnya mengalami penurunan rata-rata 25% dari musim sebelumnya.  Sedangkan pada metode konvensional pemberian pupuk anorganik dari musim ke musim cenderung meningkat, kondisi ini akan lebih sulit bagi petani konvensional untuk dapat meningkatkan produksi apalagi bila dihadapkan pada kelangkaan pupuk dikala musim tanam tiba.
Pemupukan dengan bahan organic dapat memperbaiki kondisi tanah baik fisik, kimia maupun biologi tanah, sehingga pengolahan tanah untuk metode SRI menjadi lebih mudah dan murah, sedangkan pengolahan tanah yang menggunakan pupuk anorganik terus-menerus kondisi tanah semakin kehilangan bahan organic dan kondisi tanah semakin berat, mengakibatkan pengolahan semakin sulit dan biaya akan semakin mahal.

Tabel 4.  Analisa Usaha Tani Cara Konvensional dan Metode SRI setelah musim ke -2 dalam 1 Ha
No
Uraian
Cara Biasa
Cara Organik SRI
A.
Komponen Input/ha
Benih (Rp 5.000/kg)
Pupuk
1. Organik (Jerami + 3 ton kompos)
2. Anorganik Urea, SP36, KCl (2:1:1)
Pengolahan Tanah
Pembuatan Persemaian
Pencabutan Benih (babut)
Penanaman
Penyulaman
Penyiangan
Pengendalian OPT dengan
1.  Pestisida kimia
2.  Biopestisida
Panen
250.000
-
750.000
1.000.000
105.000
100.000
350.000
20.000
750.000
500.000
-
1.000.000
25.000
1.200.000
-
1.000.000
30.000
-
350.000
50.000
1.050.000
-
150.000
2.000.000

Jumlah
4.825.000
5.855.000
B
Komponen Output
–     Produksi padi
–    Harga Padi Rp.  2.000/Kg (diprediksi harga sama)
5 ton
10.000.000
10 ton
20.000.000
C
Keuntungan
5.175.000
14.145.000

Hasil pada metode SRI pada musim pertama tidak jauh berbeda dengan hasil sebelumnya (metode konvensional) dan terus meningkat pada musim berikutnya sejalan dengan meningkatnya bahan organic dan kesehatan tanah.
Beras organik yang dihasilkan dari system tanam di musim pertama memiliki harga yang sama dengan beras dari system tanah konvensional, harga ini didasarkan atas dugaan bahwa beras tersebut belum tergolong organic, karena pada lahan tersebut masih ada pupuk kimia yang tersisa dari musim tanam sebelumnya.  Dan untuk musim berikutnya dengan menggunakan metode SRI secara berturut-turut, maka sampai musim ke-3 akan diperoleh beras organic dan akan memiliki harga yang lebih tinggi dari beras padi dari system konvensional.

 7.Manfaat  Sistem SRI

Secara umum manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut :
  1. Hemat air (tidak digenang), Kebutuhan air hanya 20 – 30% dari kebutuhan air untuk cara konvensional
  2. Memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah
  3. Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri.  Tidak tergantung pada pupuk dan pestisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka
  4. Membuka lapangan kerja di pedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan keluarga petani
  5. Menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak mengandung residu kimia
  6. Mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang